Jumat, 01 November 2013

Bagaimana Path Bisa Populer di Indonesia?

Path mulai hadir sejak November 2010, didirikan oleh bekas karyawan Facebook, Dave Morin. Hingga tengah tahun 2013, pengguna Path di dunia tembus 12 juta. Dan Indonesia adalah negara ketiga terbesar penyumbang pengguna Path.

Lagi-lagi setelah Facebook dan Twitter, untuk urusan social networking/ social media kembali pengguna internet Indonesia unggul. Hal ini dipastikan karena ketiganya mudah digunakan, bisa ngobrol, boleh narsis, dan tentunya gratis.

Bandingkan dengan Vine dan Pinterest yang begitu populer di luar negeri, tapi nggak kedengeran aksi disini. Penyebabnya karena terlalu ribet. Bahkan Instagram pun yang terbilang mudah penggunaannya bisa dibilang sekedar ada, walapun begitu banyak akun instagram orang Indonesia yang sangat populer.

Apa yang membuat Path populer di Indonesia? Padahal di Path hanya bisa berteman dengan 150 orang.

"Nah itu spesialnya si Path, jadi gue benar-benar bisa pilih mau berteman dengan siapa saja. Ga kayak Facebook berantakan. Toh, ga temenan di Path bukan berarti bukan teman di dunia nyata," kata rekan yang bekerja di digital agency.

"Kadang gue jadi bingung harus unshare temen yang mana, kalau ada friend request masuk. Jadi 150 orang itu gue pilah benar-benar diantara teman kecil, teman kuliah, temen kantor, klien, bahkan teman dunia maya," tambahnya.

"Awalnya gue protes terbatasnya teman di path, tapi sekarang gue mulai ngerasa enaknya. Dibanding Facebook, Path jauh lebih private. Temenan sama yang bener-bener teman. Ga sekedar kenal," kata Friska yang belakangan rajin berbagi meme di Path.

Dan satu hal yang bikin Path populer karena berhasil menangkal munculnya akun-akun pedagang online yang tidak dikenal. Seperti halnya pada Twitter dan Instagram.

Natural yang dimaksud adalah batas pertemanan Path sebanyak 150 orang. Dimana hampir seluruh penggunanya sepakat untuk menggunakan akun Path buat bersenang-senang tanpa saling mengganggu. Walaupun kini di Path bisa saling meng-tag tanpa harus berteman.

Foto milik Junas Mardiansyah yang bertemu Dave Morin di Jakarta dan diunggah pada akun Instagram miliknya
Dave Morin pada minggu ini hadir di Jakarta. Kabarnya dia melakukan pertemuan dengan petinggi di XL untuk membahas sebuah kerjasama tentunya.

Datangnya Dave Morin secara langsung bila bukan karena sesuatu yang penting untuk Path tentu mustahil. Sebagai negara ketiga pengguna terbesar, Indonesia dinilai jadi sasaran empuk jualan Path.

Saat ini hanya tiga cara yang dilakukan Path buat menghidupi diri. Jualan sticker dan camera filter secara satuan, dan paket premium seharga US$1.99 per bulan atau US$ 14.99 setahun.


Khusus yang terakhir, paket premium. Dari 150 teman path yang saya miliki hanya 5 yang telah membeli paket premium. Padahal hampir semuanya memiliki kemampuan secara finansial untuk beli. Ini Indonesia banget sih, bisa dinikmati gratis kenapa harus bayar lebih. Mungkin sama halnya dengan UberSocial Pro mungkin bisa dihitung jari yang membeli.

Kembali ke populernya Path di Indonesia. Meskipun terkesan private dengan batasan berteman, ternyata hal ini yang membuat penggunanya senang. Bisa berbagi hanya dengan teman-teman spesial.

Belakangan di Path banyak beredar meme-meme lucu. Sebut saja yang paling hits adalah Khong Guan dan Om & Anak di Taman. Yang terakhir benar-benar bikin heboh hingga beberapa media online menjadikannya sumber berita. Karena sangat menghibur, lewat akun Path pribadi saya menulis, "Pembuat meme Om & Anak kecil dijamin masuk surga karena banyak bikin orang tertawa!"

Dengan jumlah tim yang terhitung kecil sebanyak 50 orang, kondisi Path saat ini tentunya sudah menyenangkan. Tapi mereka pasti ingin lebih, sesuatu yang biasa dalam bisnis apapun.

Pembicaraan Path dengan XL dipastikan adalah untuk menjual kontennya lewat operator dengan cara potong pulsa. Pola ini sudah lama dilakukan oleh berbagai aplikasi untuk mengakali gaya belanja orang Indonesia yang enggan menggunakan kartu kredit.

Permasalahannya bukan pada kartu kredit, buktinya penjualan barang-barang lewat e-commerce laris manis.

Mungkin hadirnya iklan di Path, tidak akan menggangu para pengguna sepanjang mereka masih bisa berbagi hal-hal seru didalamnya baik terutama foto dan video.

Path adalah contoh kasus lagi bagi rekan-rekan startup lokal. Aplikasi populer belun tentu menghasilkan pemasukan yang besar, padahal sudah  sangat memikirkan hal tersebut.
Pertanyaannya apakah Path bisa bertahan? Ya, jawabannya. Kalau setuju Repath ya, nggak perlu pakai ijin segala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar